Selasa, 27 Juli 2010

Langkah - langkah untuk mewujudkan H.A.K.I

Untuk dapat mewujudkan HAKI sebagai basis pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi Indonesia, maka diperlukan langkah-langkah sebagai
berikut:
Inventarisasi karya tradisional yang tergolong paten untuk dijadikan paten.
Untuk mencegah pencurian karya lokal yang umumnya masuk kategori paten
sederhana dan penemuan-penemuan baru, perlu dilakukan dengan
pembentukan dan pemberdayaan lembaga paten di daerah, dan juga
pembentukan kantor manajemen HAKI di universitas-univesitas dan lembaga
- lembaga penelitian.
Kantor-kantor paten di daerah, universitas maupun lembaga-lembaga
penelitian perlu dilengkapi dengan sarana komputer dan internet yang
memungkinkan penemuan atau karya intelektual atau tradisional di daerah
langsung didaftarkan untuk segera memperoleh paten.
Membuat sistem on-line (lewat internet) database tentang aplikasi pengajuan
paten, persetujuan paten, down-loading info, sampai melaksanakan transaksi
otomatis di Direktorat Paten.
Memberikan otonomi pengelolaan anggaran dirjen HAKI lewat swadana.
Meningkatkan intensif bagi penemu paten, baik yang dari kalangan
pemerintah maupun yang swasta.
Meningkatkan pemahaman hukum HAKI pada aparat hukum dan masyarakat.
Pelanggaran HAKI berupa pembajakan (piracy), pemalsuan dalam konteks
Hak Cipta dan Merek Dagang (counterfeiting), pelanggaran hak paten (infringement)
Copyright © 2005 www.asep-hs.web.ugm.ac.id
jelas merugikan secara signifikan bagi pelaku ekonomi, terutama akan melukai si
pemilik sah atas hak intelektual tersebut. Begitupun konsumen dan mekanisme pasar
yang sehat juga akan terganggu dengan adanya tindak pelanggaran HAKI.
Keras dan tegasnya undang-undang ini bisa dirasakan dari ilustrasi yang
disampaikan oleh Dr. Ahmad M.Ramli, S.H., M.H. Direktur Center of Cyber Law
Studies Fakultas Hukum Unpad. "Berdasarkan UU Hak Cipta, pembajakan
merupakan delik biasa. Artinya, jika saya memegang laptop dan polisi menduga
software-nya palsu, polisi bisa memeriksa saya tanpa pengaduan. Begitu pula seorang
penyanyi di atas panggung yang mengubah model 'lagu pop' menjadi 'dangdut' pun
bisa ditangkap polisi,".
Menurut Prof Philip Griffith, sesungguhnya hak cipta dikedepankan pertama
kali, untuk menciptakan balance antara beberapa kepentingan yang saling terkait dan
berkonflik di seputar karya sastra. "Pertama, kepentingan penulisnya sendiri, yang
pasti menganggap bahwa karya sastra adalah 'bagian dari dirinya' yang
dimaterialisasikan. Lalu, hak penerbit untuk ikut mendapat keuntungan melalui
jasanya mereproduksi karya sastra tersebut, dan ketiga hak masyarakat untuk
menikmati karya sastra itu," tandasnya.
Dari perspektif sosiologi hukum khususnya dalam ranah HAKI kesenian
sebagai subsistem dari masyarakat pengguna HAKI terdapat tiga komponen dasar
berbentuk segitiga (triangle), yakni komponen dasar tersebut satu sama lain saling
berhubungan dan memengaruhi. Ketiga komponen itu adalah, peraturan-peraturan
perundang-undangan (regulasi) termasuk di dalamnya sistem penegakan hukum (law
enforcement) yang disiapkan untuk mengemban kebutuhan HAKI. Kedua, komponen
seniman yang merupakan subjek hukum penyandang hak dan kewajiban atas HAKI.
Sementara itu, yang ketiga, adalah komponen masyarakat penikmat karya para
seniman.
Kewajiban setiap negara yang menandatangani kesepakatan perdagangan
dunia untuk melaksanakan perjanjian TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights) mulai 1 Januari 2000, hendaknya tidak dipandang sebagai beban.
Pengalaman di sejumlah negara memperlihatkan, kreativitas dan daya saing
masyarakat menunjukkan penegakan hukum HAKI turut mendorong investasi dan
pengalihan teknologi secara cepat di suatu negara, serta merangsang daya saing
masyarakat dan perusahaan setempat.
Muhyiddin mengungkapkan, kemajuan industri dan teknologi Malaysia yang
berlangsung cepat tak bisa dilepaskan dari komitmen pemerintah yang sejak awal
menjunjung tinggi hak atas kekayaan intelektual (HAKI), dengan membuat
seperangkat aturan hukum untuk menegakkannya. Salah satu wujud komitmen
tersebut ialah dibentuknya task force khusus langsung di bawah Perdana Menteri
untuk mengurusi soal HAKI, yang bukan hanya terdiri atas pejabat-pejabat
pemerintah, namun juga para pemegang hak cipta, paten, dan merek.
Penyebab utama masih rendahnya tingkat pengajuan paten oleh peneliti
Indonesia, yaitu antara lain:
Faktor masih relatif rendahnya insentif atau penghargaan atas karya penelitian
oleh Pemerintah hingga pada akhirnya kurang memicu peneliti dalam
menghasilkan karya ilmiah yang inovatif.
Porsi bidang riset teknologi senilai kurang dari 1% dari anggaran Pemerintah -
amat jauh tertinggal dari rata-rata angka riset negara-negara industri maju
umumnya - hanya akan mewariskan lingkungan yang tidak kondusif dalam
menumbuhkan SDM yang berkualitas kemampuan ilmu yang tinggi.
Para peneliti juga sering kurang menyadari pentingnya perlindungan paten
atas penemuannya.
Jarak lokasi tempat kerja peneliti yang tersebar di berbagai pelosok daerah
menyebabkan pos pengeluaran biaya perjalanan untuk pengurusan paten
menjadi hambatan tersendiri.

0 komentar:

Posting Komentar