Selasa, 27 Juli 2010

Sejarah H.A.K.I

Seperti kutipan, di The Washington Post edisi 28 April 2001 yang berbunyi : “. . . . if

there is one lesson in the past half century of economic development, it is that natural

resources do not power economies, human resources do” (jika ada pelajaran selama

setengah abad yang lalu mengenai perkembangan ekonomi adalah bahwa sumber

daya alam tidak menggerakkan ekonomi; sumber daya manusia yang melakukan itu).

Maka dari itu pengembangan SDM mutlak perlu, agar dapat memanfaatan SDA yang

ada dan tidak hanya tergantung pada keahlian atau pengetahuan SDM asing. Presiden

Nyrere pernah mengungkapkan, alih teknologi merupakan kewajiban hukum dari

negara maju ke negara berkembang; jadi bukan atas dasar belas kasihan. Agreement

on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights sendiri menekankan sistem

HaKI dimaksudkan untuk “contribute to the promotion of technology, to the mutual

advantage of producers and users of technological knowledge and in a manner

conductive to social and economic welfare, and to a balance of rights and

obligations”.

Modal intellectual capital akan menjadi lebih penting dan strategis fungsinya,

bila dibandingkan dengan physical capital, yang sebelumnya menjadi sumber utama

proses produk barang-barang konsumsi untuk kesejahteraan umat manusia.

Intellectual capital dapat bergerak dan bersirkulasi dengan tingkat kekerapan sangat

tinggi dalam arus perputaran modal dunia, khususnya di negara-negara maju. Ketika

kemajuan teknologi begitu pesat dan pasar terus bertransformasi dalam tataran global

dalam bentuk "transnational", diperlukanlah perangkat hukum untuk meningkatkan

dan melindungi kepentingan investasi industri, budaya dan pasar. Dari sanalah, pada

pertengahan tahun 1980-an, negara-negara yang tergabung dalam GATT/WTO

bersepakat tentang aturan main IPR atau HAKI.

Salah satu butir World Intellectual Declaration yang dikeluarkan oleh Policy

Advisory Commission World Intellectual Property Organization (“WIPO”), yang

pada salah satu butirnya berbunyi : “Also in the context of development, efficient

intellectual property systems are indispensable elements in securing investment in

crucial sectors of national economies, particularly in developing countries and

countries in transition.” Sementara itu, walaupun mempersoalkan tentang belum

terdapatnya kesepakatan antara para akhli mengenai dampak langsung antara sistem

HaKI yang baik dan peningkatan arus modal asing, Maskus menulis: ”Trade flows

into large developing economies with significant capacities for imitation are

restricted by weak IPRs. Adoption of the TRIPs standards bears the potential to raise

their imports of technologically sophisticated goods by significant amounts”.

Sedangkan Correa berkata: “…. It is very difficult to make a quantitative assessment

of its likely economic impact. It is evident that the impact to the Agreement will

significantly vary in accordance with the levels of economic and technological

development o the countries concerned.”

Secara historis, undang-undang mengenai HaKI pertama kali ada di Venice,

Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan

Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu yang muncul dalam kurun waktu

tersebut dan mempunyai hak monopoli atas penemuan mereka. Hukum-hukum

tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR

tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu

Copyright © 2005 www.asep-hs.web.ugm.ac.id

Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang

paten tahun 1791.

Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883

dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain.

Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Tujuan

dari konvensi-konvensi tersebut antara lain standarisasi, pembahasan masalah baru,

tukar menukar informasi, perlindungan mimimum dan prosedur mendapatkan hak.

Kedua konvensi itu kemudian membentuk biro administratif bernama the United

International Bureau for the Protection of Intellectual Property yang kemudian

dikenal dengan nama World Intellectual Property Organisation (WIPO). WIPO

kemudian menjadi badan administratif khusus di bawah PBB yang menangani

masalah HaKI anggota PBB.

Pada kesempatan yang berlainan diselenggarakan perundingan di Uruguay

(Uruguay Round) disponsori oleh Amerika yang membahas tarif dan perdagangan

dunia yang kemudian melahirkan kesepakatan mengenai tarif dan perdagangan

GATT (1994) dan kemudian melahirkan World Trade Organisation (WTO).

Kemudian terjadi kesepakatan antara WIPO dan WTO dimana WTO

mengadopsi peraturan mengenai HaKI dari WIPO yang kemudian dikaitkan dengan

masalah perdagangan dan tarif dalam perjanjian Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights (TRIPs) untuk diterapkan pada anggotanya. Indonesia sebagai

anggota WTO telah meratifikasi perjanjian tersebut tahun 1995.

Perbedaan antara WIPO dan WTO yang cukup penting antara lain adalah

pendekatan dalam penyelesaian sengketa. Jika di WIPO, a dispute among private

companies is treated as a dispute among them sedangkan di WTO a dispute among

private companies is (can be) treated as a dispute among their countries. Sehingga di

dalam TRIPs sengketa dagang antar perusahaan dapat diambil alih oleh negara yang

bersangkutan dan WTO berhak menjatuhkan sangsi berdasarkan argumentasi negaranegara

yang bersengketa.

Pada tahun 1994, Indonesia masuk sebagai anggota WTO (World Trade

Organization) dengan meratifikasi hasil Putaran Uruguay yaitu Agreement

Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia). Salah satu bagian penting dari Persetujuan WTO adalah

Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade

In Counterfeit Goods (TRIPs). Sejalan dengan TRIPs, Pemerintah Indonesia juga

telah meratifikasi konvensi Internasional di bidang HaKI, yaitu:

§ Paris Convention for the protection of Industrial Property and Convention

Establishing the World Intellectual Property Organizations, dengan Keppres

No. 15 Tahun 1997 tentang perubahan Keppres No. 24 Tahun 1979

§ Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT, dengan

Keppres No. 16 Tahun 1997

§ Trademark Law Treaty (TML) dengan Keppres No. 17 Tahun 1997

§ Bern Convention.for the Protection of Literary and Artistic Works dengan

Keppres No. 18 Tahun 1997

§ WIPO Copyrights Treaty (WCT) dengan KeppresNo. 19 Tahun 1997

Hak eksklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HaKI (inventor,

pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan

atas hasil karya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut

mengembangkannya lagi Di samping itu sistem HaKI menunjang diadakannya sistem

dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan

dihasilkannya teknologi atau hasil karya lainnya yang sama dapat

dihindarkan/dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan

masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau

mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi

lagi.

0 komentar:

Posting Komentar